Ragam Puasa Menurut Syariat Islam Serta Hukumnya
Info Gres, dalam artikel berikut ini akan admin ulas tentang Macam macam Puasa serta dalil atau sumber hukumnya baik Al quran maupun Al hadits, Yuuk langsung aja disimak.
Puasa Wajib
Saum yang hukumnya wajib adalah saum yang harus dikerjakan dan akan mendapatkan pahala, kemudian jika tidak dikerjakan akan mendapatkan dosa. Saum-saum wajib adalah sebagai berikut:
Puasa Ramadan;
Puasa ramadhan adalah puasa yang dijalankan selama 1 bulan penuh di bulan Ramadhan. Kewajiban ini terdapat dalam surat Al Baqarah ayat 184.
اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗ وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
Artinya: "(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (QS. Al Baqarah: 184)
Berpuasa di bulan Ramadhan hukumnya fardhu ain bagi setiap mukallaf yang mampu untuk melakukannya. Kewaiiban ini telah disyariatkan sejak tanggal 10 Sya’ban sebelum genap dua tahun sejak Nabi saw. berhijrah dari kota Makkah.
Dalil Puasa Ramadhan
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS: Al-Baqarah 183)
اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗوَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗوَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka, siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan,51) itu lebih baik baginya dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS: Al-Baqarah 184)
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۗوَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗيُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ ۖوَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil). Oleh karena itu, siapa di antara kamu hadir (di tempat tinggalnya atau bukan musafir) pada bulan itu, berpuasalah. Siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya) sebanyak hari (yang ditinggalkannya) pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu agar kamu bersyukur. (QS: Al-Baqarah 185)
“Agama lslam itu ditegakkan atas lima dasar. Pertama: bersyahadat bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Kedua: mendirikan shalat. Ketiga: membayar zakat. Keempat: melaksanakan haji. Kelima: berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Kewajiban berpuasa juga menjadi ijma’ dari para ulama dan seluruh kaum muslimin, tidak ada satu pun yang mengingkarinya, karena puasa termasuk salah satu hal yang sangat perlu diketahui oleh setiap individu orang Islam dan kewajiban yang paling mendasar dalam syariat Islam, sama seperti kewajiban shalat, zakat, dan haji. Barangsiapa yang mengingkarinya maka dia bukanlah termasuk orang Muslim.
Puasa Nazar;
Puasa nazar wajib dilakukan apabila seseorang bernazar atau berjanji untuk melakukan puasa, baik satu hari atau satu bulan. Sebagai contoh, seseorang berjanji sengan mengatakan, "Apabila aku berhasil dalam ujian, maka aku akan melaksanakan puasa." Secara bahasa, nazar adalah aujaba yang artinya mewajibkan. Oleh karena itu, ketika seseorang bernazar untuk puasa, berarti dia telah mewajibkan puasa tersebut atas dirinya.
Nazar yang Dapat Dilanggar dan Tidak Dapat Dilanggar
Dari berbagai nazar seperti nazar lajjaj dan nazar tabarrur, nazar yang dapat dilanggar oleh seseorang yang telah bernazar adalah nazar lajjaj. Hal ini dikarenakan nazar lajjaj yang memiliki tujuan dari pengucap nazar seperti motivasi, pencegahan diri, dan untuk meyakinkan orang lain.
Sedangkan untuk nazar tabarrur tidak terlihat bahwa nazar tersebut dapat dilanggar. Hal tersebut dikarenakan ucapan nazar tersebut memiliki tujuan tertentu, sehingga seseorang pengucap nazar harus melakukan nazarnya setelah tujuannya tercapai.
Dalam nazar lajjaj, ketiga contoh perilakunya dapat dilanggar, namun tentu harus membayar denda sesuai yang ia nazarkan. Seperti dalam nazar motivasi, jika seseorang tersebut tidak mencapai targetnya maka harus melaksanakan nazarnya, begitu juga pada nazar pencegahan diri dan juga nazar dengan tujuan meyakinkan orang lain.
Ketika kalian mengucapkan nazar lajjaj, kalian diberikan pilihan ketika kalian melanggar nazar tersebut. Kalian bisa melaksanakan sebagaimana nazar tersebut berbunyi, misalkan melakukan sedekah senilai 1 juta rupiah atau kalian membayar denda nazar yaitu kafarat yamin.
Meski seseorang yang mengucapkan nazar lajjaj diberi dua pilihan saat mereka melanggarnya, namun tetap yang paling baik adalah memiliki yang nilainya lebih banyak. Misalnya seseorang bernazar sedekah 1 juta rupiah, sedangkan membayar denda kafarat dengan memberi makan 10 orang miskin hanya menghabiskan 200 ribu rupiah, maka sebaiknya melakukan hal sesuai nazar. Begitu juga sebaliknya.
Konsekuensi Melanggar Nazar
Mengucapkan nazar bukanlah sebuah kewajiban, tetapi jika kalian mengucapkan nazar maka akan ada kewajiban yang harus kalian kerjakan sesuai dengan nazar yang kalian ucapkan. Jika kalian melanggar nazar yang telah diucapkan maka kalian harus membayar denda kafarat.
Bahkan beberapa ulama mengatakan bahwa mengucapkan nazar adalah suatu hal yang makruh. Hal ini seperti yang sudah dituliskan dalam sebuah hadis yang mengatakan bahwa, “Nabi Muhammad Saw. melarang untuk bersabda, nazar sama sekali tidak bias menolak sesuatu, nazar hanyalah dikeluarkan dikeluarkan dari orang yang bakhil atau pelit.” (H.R. Bukhari).
Hadis lain dalam hadis riwayat Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sungguh nazar tidaklah membuat dekat pada seseorang apa yang tidak Allah takdirkan.”
“Hasil nazar itulah yang Allah takdirkan. Nazar hanyalah dikeluarkan oleh orang yang pelit. Orang yang bernazar tersebut mengeluarkan harta yang sebenarnya tidak ia inginkan untuk dikeluarkan.” (HR Bukhari).
Jadi, lebih baik ketika sudah mengucapkan nazar harusnya segera membayar apa yang sudah dinazarkan atau janjikan kepada Allah Swt. Hal ini harus dilakukan karena Allah Swt. sudah mengabulkan permintaanmu dan sekarang giliran kamu menepati janjimu.
Dalam Q.S. Al-Hajj ayat 29 juga dikatakan bahwa, “Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka.”
Jika seseorang telah melanggar nazarnya maka wajib untuk membayar denda kafarat yang sudah dijelaskan dalam Q.S. Al-Maidah ayat 89 yang berbunyi, ““Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak disengaja (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja. Maka, kafaratnya (denda akibat melanggar sumpah) ialah memberi makan sepuluh orang miskin dari makanan yang (biasa) kamu berikan kepada keluargamu, memberi pakaian kepada mereka, atau memerdekakan seorang hamba sahaya.
Siapa yang tidak mampu melakukannya, maka (kafaratnya) berpuasa tiga hari. Itulah kafarat sumpah-sumpahmu apabila kamu bersumpah (dan kamu melanggarnya). Jagalah sumpah-sumpahmu! Demikianlah Allah menjelaskan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya).”
Berikut adalah rincian mengenai denda kafarat yang harus dibayarkan ketika melanggar nazar sesuai Q.S. Al-Maidah ayat 89.
Memberi makan kepada 10 orang miskin atau orang kurang mampu;
Membebaskan satu orang budak;
Memberikan pakaian kepada 10 orang miskin atau kurang mampu.
Jika seseorang tidak dapat melaksanakan pembayaran denda dari ketiga kafarat tersebut karena melanggar nazar, maka seseorang pelanggar nazar harus melakukan puasa selama tiga hari.
Puasa Kifarat Atau Denda.
Puasa kafarat adalah puasa yang wajib dilakukan sebagai penebusan dosa karena melakukan perbuatan yang melanggar syariat Islam. Puasa kafarat berbeda dengan puasa sunnah atau puasa ramadhan, karena puasa kafarat memiliki sebab-sebab tertentu yang mengharuskan seseorang untuk melakukannya.
Sebab-sebab Puasa Kafarat :
Menurut ulama fiqih, ada beberapa sebab yang menyebabkan seseorang wajib melakukan puasa kafarat, yaitu:
Zihar. Zihar adalah perbuatan seorang suami yang menganggap istrinya seperti ibunya atau punggung ibunya. Perbuatan ini diharamkan oleh Allah SWT dan pelakunya harus membayar kafarat. Kafarat zihar adalah memerdekakan seorang budak perempuan mukmin yang normal tanpa cacat. Jika tidak mampu, seseorang harus berpuasa selama dua bulan berturut-turut. Jika tak mampu, ia harus memberi makanan kepada enam puluh orang miskin, masing-masing satu mud.
Hubungan badan saat puasa ramadhan. Orang yang berhubungan badan dengan pasangannya di siang hari bulan ramadhan, baik dengan sengaja maupun tidak sengaja, maka ia harus membayar kafarat. Kafarat hubungan badan saat puasa ramadhan adalah sama dengan kafarat zihar, yaitu memerdekakan seorang budak perempuan mukmin, berpuasa dua bulan berturut-turut, atau memberi makan enam puluh orang miskin.
Pembunuhan tidak sengaja. Orang yang membunuh orang lain tanpa sengaja, misalnya karena kecelakaan atau kelalaian, maka ia harus membayar kafarat. Kafarat pembunuhan tidak sengaja adalah memerdekakan seorang budak mukmin. Jika tidak mampu, ia harus berpuasa dua bulan berturut-turut. Jika tak mampu, ia harus memberi makan enam puluh orang miskin.
Yamin (sumpah). Orang yang bersumpah untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu, kemudian ia melanggar sumpahnya, maka ia harus membayar kafarat. Kafarat yamin adalah memberi makan sepuluh orang miskin, masing-masing setengah sha’ (sekitar 1,5 kg) dari bahan pokok yang biasa dimakan oleh orang-orang di daerahnya. Jika tidak mampu, ia harus memberi pakaian kepada sepuluh orang miskin. Jika tidak mampu juga, ia harus berpuasa tiga hari.
Haji. Orang yang melakukan pelanggaran dalam ibadah haji, seperti bercukur rambut sebelum wukuf di Arafah atau melakukan hubungan badan sebelum tahallul (melepas ihram), maka ia harus membayar kafarat. Kafarat haji adalah menyembelih seekor hewan kurban (domba atau unta) dan membagikannya kepada orang-orang fakir di Mekkah. Jika tidak mampu, ia harus berpuasa tiga hari di Mekkah dan tujuh hari setelah pulang ke rumahnya.
Puasa Qodho (mengganti saum)
Puasa qadha adalah puasa yang dilaksanakan untuk membayar utang puasa bagi yang tidak berpuasa di bulan Ramadhan. Puasa qadha berlaku bagi orang yang sanggup berpuasa namun puasanya terhambat karena halangan atau uzur yang dialami pada saat bulan Ramadhan. Puasa qadha dapat dilakukan di luar bulan Ramadhan yang biasanya dilaksanakan pada bulan Syawal hingga sebelum bulan Ramadhan berikutnya atau bulan Syaban.
Seperti yang dijelaskan Al Quran dalam Surat Al Baqarah ayat 184:
اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗوَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗوَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
“(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”.
Puasa Sunnah
Di samping puasa wajib, ada pula puasa sunat sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah saw. Hikmahnya secara umum adalah menambah penghambaan dan pendekatan diri kepada Allah, juga meraih kecintaan dan keridaan-Nya, serta keselamatan diri dari siksa api neraka.
Rasulullah saw. dalam salah satu haditsnya pernah menyampaikan:
مَنْ صَامَ يَوْماً في سَبيل الله بَاعَدَ اللهُ تَعَالضى وَجْهَهُ عَن النار سَبْعينَ خَريفاً
Artinya, “Siapa saja yang berpuasa satu hari di jalan Allah semata karena-Nya maka Allah akan menjauhkan wajahnya dari api neraka sejauh tujuh puluh musim,” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Macamnya cukup banyak. Sifatnya ada yang tahunan, bulanan, dan ada yang mingguan, sebagaimana yang telah diuraikan oleh Syekh Mushthafa Al-Khin dalam Al-Fiqhul Manhaji. Antara lain sebagai berikut:
Puasa Arafah dan Delapan Hari Sebelumnya
Puasa Arafah disunahkan pada tanggal 9 Dzulhijjah, dan disunahkan pula 8 hari sebelumnya dimulai dari tanggal 1. Sehingga total puasa menjadi 9 hari dan berlebaran pada tanggal 10-nya atau Hari Raya Idul Adha. Keutamaan adalah menebus dosa satu tahun yang lalu dan yang akan datang. Selain itu, hari Arafah termasuk hari di mana Allah banyak membebaskan hamba-Nya dari siksa api neraka.
صَوْمُ عَرَفَةَ يُكَفر السنةَ الْمَاضيَةَ وَالبَاقيَةَ
Artinya, “Puasa Arafah melebur dosa satu tahun lalu dan satu tahun yang akan datang,” (HR Muslim).
مَا من يوم أكثر من أن يعتق الله فيه عبداً من النار من يوم عرفة
Artinya, “Tidak ada satu hari yang di dalamnya Allah lebih banyak membebaskan hamba dari siksa neraka selain hari Arafah,” (HR. Muslim).
Hanya saja orang yang sedang menunaikan ibadah haji tidak disunahkan menunaikan puasa ini. Mereka dianjurkan berbuka karena mengikuti apa yang dilakukan Nabi saw.
Puasa Asyura dan Tasu’a
Puasa ini disunahkan pada tanggal 10 dan 9 Muharram. Keutamaannya menghapus dosa satu tahun ke belakang.
صيام يوم عاشوراء يكفر السنة الماضية
Artinya, “Puasa Asyura melebur dosa satu tahun yang lalu,” (HR Muslim).
Puasa Asyura ini disandingkan dengan puasa Tasu’a berdasarkan perintah Rasulullah saw. meskipun beliau tidak sempat menunaikannya karena usia. Hikmahnya adalah demi menjaga kesalahan dalam penentuan awal bulan dan juga untuk menyelisihi kebiasaan Yahudi, karena mereka juga biasa berpuasa pada tanggal sepuluh. Sehingga jika tidak sempat pada tanggal sembilan, disunahkan pula pada tanggal sebelasnya.
Puasa Senin-Kamis
Puasa ini disunahkan setiap hari Senin dan Kamis setiap minggunya. Keutamaannya adalah menyertai dilaporkannya amal manusia pada hari-hari tersebut. Sebagaimana disampaikan oleh Rasulullah saw.
تعرض الأعمال يوم الاثنين والخميس، فأحب أن يعرض عملي وأنا صائم
Artinya, “Amal-amalan itu ditunjukkan (kepada Allah) pada hari Senin dan Kamis. Maka aku ingin amalku ditunjukkan saat aku sedang berpuasa,” (HR At-Tirmidzi).
Puasa Bulan Sya’ban
Termasuk bulan yang dianjurkan Nabi saw kepada kita untuk memperbanyak puasa karena menjadi bulan diangkatnya amal hamba seperti hari Senin dan Kamis adalah bulan Sya’ban.
أَنَّهُ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - سُئِلَ عَنْ إكْثَارِهِ الصَّوْمَ فِي شَعْبَانَ فَقَالَ إنَّهُ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
Artinya: Saat Nabi saw. ditanya karena memperbanyak puasa di bulan Sya’ban, beliau menjawab, “Ini adalah bulan di mana amal-amal diangkat. Aku ingin amalku diangkat pada saat aku berpuasa,” (HR. Ahmad).
Puasa Ayyamul Bidh
Menurut sebagian ulama, yang lebih tepat istilahnya adalah puasa Layalil Bidh, sebab siang hari yang disunahkan puasa itu, yaitu tanggal 13, 14, dan 15 dalam setiap bulan Hijriah, malam-malam harinya sedang terang bulan. Dikecualikan, pada bulan Dzulhijjah karena tanggal 13 bertepatan dengan hari Tasyriq. Keutamaan puasa ini luar biasa, yakni menandingi puasa satu tahun.
صوم ثلاثة من كل شهر صوم الدهر
Artinya, “Puasa tiga hari dalam setiap bulan laksana puasa satu tahun,” (HR. Muslim).
Selain puasa ayyamul bidh, juga disunahkan puasa ayyamus siwad, atau malam-malam gelap, yakni tanggal 28, 29, 30. Namun sebagai kehati-hatian dan mengantisipasi bulan kurang dari 30 hari, maka puasa ini biasa dimulai pada tanggal 27 setiap bulannya.
Puasa Syawal
Puasa Enam Hari Bulan Syawal Puasa ini disunahkan selama enam hari di bulan Syawal, baik ditunaikan berturut-turut sejak tanggal 2 Syawal, di pertengahan, atau di enam hari terakhir. Namun boleh juga ditunaikan secara berangsur dan tidak berturut-turut. Hanya saja, bagi yang memiliki hutang puasa wajib di bulan Ramadhan, hendaknya dibayar terlebih dahulu sebelum menunaikan puasa sunah enam hari ini.
من صام رمضان ثم أتبعه ستا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
Artinya, “Siapa saja yang berpuasa Ramadhan, kemudian diikuti enam hari di bulan Syawal, maka seakan-akan ia berpuasa selama satu tahun,” (HR. Abu Dawud).
Puasa Dawud
Maksud puasa Dawud adalah selang sehari: sehari berpuasa, sehari berbuka. Demikian seterusnya. Disampaikan Rasulullah saw. puasa ini termasuk puasa sunah yang paling utama. Sebab, tidak ada puasa yang memakan waktu sampai setengah tahun kecuali puasa Dawud ini dan tidak ada nabi yang kuat menunaikannya kecuali Nabi Dawud a.s.
أَفْضَلُ الصَّوْمِ صَوْمُ أَخِي دَاوُدَ كَانَ يَصُومُ يَوْمًا، وَيُفْطِرُ يَوْمًا
Artinya, “Sebaik-baiknya puasa adalah puasa saudaraku, yaitu Dawud. Ia berpuasa satu hari dan berbuka satu hari,” (HR. Ahmad).
Pada ulama fiqih berkesimpulan, jika tidak mampu menunaikan puasa Dawud, satu hari berpuasa dan satu hari berbuka, maka boleh pula dengan satu hari berpuasa dan dua hari berbuka.
Puasa Ketiadaan Makanan
Rasulullah saw sendiri mencontohkan puasa ini saat pagi hari tidak mendapati makanan di rumah istrinya. Puasa ini bisa langsung dilaksanakan dan diniatkan selama pagi harinya belum makan apa-apa dan belum melewati waktu zhuhur.
Puasa Dahri
Adapun puasa dahri atau sepanjang waktu, menurut ulama Syafi’i, hukumnya boleh selama tidak dilakukan pada hari-hari terlarang dan tidak mendatangkan madharat serta tidak melemahkan puasa fardu. Sementara jika dilakukan pada waktu terlarang, hukumnya haram; dan jika mendatangkan madharat atau melemahkan yang fardhu, hukumnya makruh. Wallahu a’lam.