Hukum Perbankan Syariah Halal ?

Sistem Jaminan Halal Pada Bank Syariah


Info Gresik, Istilah Sistem Jaminan Halal (SJH) atau halal assurance system sudah tidak asing lagi di industri peru- sahaan produk halal. Karena saat ini setiap perusahaan yang menghasilkan produk halal dituntut untuk dapat memberikan garansi kalau produk yang dimilikinya halal dikonsumsi oleh umat Islam. Adalah Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI) yang telah mengeluar- kan standar sistem jaminan halal untuk perusahaan produk halal yang kini sudah diakui keabsahannya oleh ber- bagai negara, seperti Cina, Australia, Amerika, Kanada dan Malaysia.


Halal Assurance System adalah system jaminan halal bagi perusahaan yang memproduksi produk halal. Halal Assurance System merupakan suatu sistem yang menjaga kehalalan produk, di mana system dibuat sedemiki- an rupa dengan halal policy dan halal system diterapkan di semua tingka- tan manajemen maupun di semua bagian, serta komitmen manajemen dan pegawai menjaga kehalalan dari suatu bahan untuk menghasilkan halal produk.


Awalnya produser menerima sertifikat halal dari MUI. Audit yang dilakukan oleh LPPOM-MUI adalah audit bahan dari hulu ke hilir dengan juga melakukan traceability terhadap sumber bahan baku. Setelah diaudit, hasil audit dilaporkan ke Komisi Fatwa MUI. Bila lolos maka keluarlah serti- fikat halal yaitu fatwa tertulis terhadap status kehalalan suatu produk. Di sini halal bersifat lidzatihi. Tidak ada bahan najis atau haram boleh tercampur.

Hal ini menganut zero tolerance. Sertifikat halal yang dikeluarkan oleh MUI berlaku dua tahun. Semasa dua tahun inilah perusahaan harus menerapkan halal assurance system. Paling lambat 6 bulan setelah menerima sertifikat halal, perusahaan sudah siap diaudit oleh LPPOM-MUI


Di perbankan syariah, diperlukan adanya halal assurance system dan sertifikat sistem jaminan halal adalah dalam rangka mem- buktikan bahwa Bank Syariah dapat men- jamin kehalalan produknya yang bersifat li ghairihi.


dalam rangka mendapatkan sertifikat halal assurance system (sistem jaminan halal). Bila tiga kali audit mendapat nilai A, maka perusahaan mendapat- kan sertifikat tersebut. Disini dimaknai bahwa perusahaan harus membukti- kan dengan sistemya, mereka konsiten memproduksi produk halal.


Mengapa mereka perlu konsisten? Sering kali bahan baku halal terbatas, sedangkan bagian market- ing ingin meningkatkan pemasaran, produk yang ada perlu dimodifikasi, dan ditambah bahan tertentu agar lebih laku di pasaran. Di sini terlihat ada kemungkinan terjadi conflict of interest antara bagian produksi dan marketing. Beberapa faktor internal dan external perusahaan juga dapat mempengaruhi perusahaan untuk tidak memproduksi produk halal. De- ngan sistem yang menjamin kehalalan maka diharapkan produk yang dihasil-kan dapat dijamin kehalalannya. Adanya Sistem Jaminan Halal ini diharapkan dapat melindungi kepentingan umat Islam yang ma- yoritas di Indonesia dalam perilaku konsumsi. Sebagai penduduk yang mayoritas di Indonesia, umat Islam berhak untuk mendapatkan akses produk yang halal. Salah satu caranya yaitu dengan memberlakukan Sistem Jaminan Halal pada perusahaan-pe- rusahaan yang memproduksi produk halal. Dengan Sistem Jaminan Halal ini, umat Islam dapat mengkonsumsi produk tanpa ada kecemasan ataupun kekhawatiran kalau produk yang di- pilihnya merupakan produk non halal (haram).


Tidak dipungkiri, jika produk-produk yang beredar di sekeliling kita, baik yang dijual di supermar- ket ataupun di tingkat pedagang pengecer, kebanyakan merupakan produk olahan yang sebelumnya diproses melalui mekanisme produksi dengan menggunakan berbagai ba- han baku. Tidak menutup kemung- kinan bahan baku yang digunakan dalam proses produksi tercampur dengan benda yang haram, seperti babi dan turunannya. Critical point dalam Sistem Jaminan Halal di perusa- haan produk halal terletak pada ada dan tidak adanya benda haram di dalam proses produksi. Biasanya yang perlu diwaspadai sering terjadi pada gelatin. Dalam hal ini, Sistem Jaminan Halal dapat mengontrol mulai dari bahan baku yang digunakan selama proses produksi hingga pada proses packaging untuk didistribusikan. Sekarang timbul pertanyaan,


bagaimana dengan Sistem Jaminan Halal pada industri perbankan sya- riah? Apakah mekanisme yang kini sudah berjalan di industri perbankan syariah sudah memadai untuk men- ciptakan iklim Sistem Jaminan Halal di dalamnya? Atau sebaliknya masih perlu membutuhkan Sistem Jaminan Halal sebagaimana pada industri peru sahaan produk halal?


Hemat penulis, komentar Menteri Agama saat itu, H. Maftuh Basuni tatkala dikonfirmasi oleh wartawan mengenai dana haji yang tidak dikelo- la oleh industri perbankan syariah, menjadi signal perlu adanya Sistem Jaminan Halal di industri perbankan syariah. Masalahnya, pada kesem- patan itu Menteri Agama sempat berkomentar, mengapa Departemen Agama dalam menyelenggarakan ibadah haji tidak menetapkan hanya bank-bank syariah saja sebagai pe- nerima dana tabungan haji bagi umat Islam yang ingin menunaikan ibadah haji. Jawaban Menteri Agama cukup mengagetkan, "Karena operasional bank-bank syariah belum mencermin kan syariah itu sendiri."


Di perbankan syariah, diperluka adanya halal assurance system dan sertifikat sistem jaminan halal adalah dalam rangka membuktikan bahwa Bank Syariah dapat menjamin kehala lan produknya yang bersifat li ghairihi. Sistem Jaminan Halal di industri perbankan syariah diarahkan untuk membackup sekaligus membantu tugas dan fungsi Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang sudah ada di seti ap industri perbankan syariah. Dalam prosesnya, Sistem Jaminan Halal pac industry per-bankan syariah mempunyai prosedur tetap yang telah dapat dijadikan Standard Operating Procedure (SOP) dalam memberikan penilaian halal tidaknya operasional sebuah bank syariah. Berawal dari fatwa-fatwa


ekonomi syariah yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang selanjutnya dijadikan acuan oleh regulator, dalam hal ini Bank Indonesia, untuk menetapkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) sebagai payung hukum operasional bank syariah di Indonesia. Jadi SOP untuk menilai operasional bank syariah mengacu pada keten- tuan yang sudah ditetapkan dalam fatwa DSN-MUI dan PBI.


Dengan menggunakan model check list, kita dapat merumuskan sis- tem jaminan halal di industri perban- kan syariah. Check list ini berfungsi untuk melihat nilai kesesuaian antara operasional bank syariah dengan ketentuan yang ada dalam fatwa DSN-MUI dan PBI. Penilaian tersebut mencakup akad-akad yang digunakan, investasi yang dilakukan, produk yang ditawarkan dan marketing yang diterapkan. Semuanya harus zero haram (nilai haram=nol). Artinya, tidak ada toleransi terhadap unsur non halal (haram) dalam memberikan penilaian.


Titik kritis (critical point) da- lam Sistem Jaminan Halal di industri perbankan syariah terletak pada ada tidaknya unsur bunga (riba), gharar (ketidakjelasan), maysir (perjudian), risywah (suap), tadlis (penipuan) dan dzulm (aniaya) dalam operasional bank syariah. Dalam prakteknya, penilaian Sistem Jaminan Halal di industri perbankan syariah dapat dilakukan oleh auditor independent yang dalam hal ini dapat dilakukan oleh Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN).


Bank syariah yang sudah ber- jalan di atas 'rel' Sistem Jaminan Halal nantinya akan memperoleh sertifikat halal dari DSN-MUI. Sertifikat ini sebagai bukti bahwa bank syariah tersebut operasionalnya telah dijamin sesuai dengan kaedah syariah Islam.


Dengan adanya Sistem Jaminan Halal di industri perbankan syariah akan memberikan stimulan bagi umat Islam untuk lebih yakin bertransaksi dengan bank syariah. Hati nasabah akan lebih tenang (tuma'ninah an-nafs) jika operasional suatu bank syariah berada dalam lingkup Sistem Jaminan Halal. [IG]



gudang syair

Saya adalah orang biasa dimata yang tidak mengenaliku..webku http://www.disiniadahikmah.blogspot.com selalu berusaha untuk sedikit bicara banyak menulis خير الكلام ما قل ودل

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama